Senin, 15 Juli 2013

tv9 halaqah sentuhan qalbu 5 minit aje part3

Renungan andai aku dimakamkan hari ini

detik-detik terakhir wafatnya nabi muhammad rosululloh saw

Tersenyumlah Wahai Hati Yang Bersedih. !

Rasulullah Menangis di Padang Mahsyar

PENULISAN NASKAH

BAB II
PEMBAHASAN
PENULISAN NASKAH
A.   Pengertian Naskah[1]
Dalam menyampaikan materi kepada peserta didik, tentunya kita membutuhkan sebuah media yang dipilih. Supaya materi intruksional itu dapat disampaikan melalui media itu, materi tersebut perlu dituangkan dalam tulisan atau gambar yang kita sebut naskah program media.
Naskah adalah bentuk tertulis dari pemikiran seseorang atau kelompok orang yang telah disistemasikan dan dimaksudkan untuk menyampaikan pesan (message) demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.[2]
Naskah program media bermacam-macam, tiap-tiap jenis mempunyai bentuk yang berbeda. Tetapi pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun ketika kita memproduksi program media itu. Artinya, naskah tersebut menjadi penuntun kita dalam mengambil gambar dan merekam suara. Naskah ini berisi urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan suara yang harus direkam.
Pada umumnya,  lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio (radio dan kaset) kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini dituliskan nama pelaku, dan jenis suara yang harus direkam. Kolom sebelah kanan berisi narasi atau percakapan yang harus di baca oleh para pelaku, nama, lagu, dan suara-suara yang harus direkam.
Pada naskah film bingkai, film, dan video atau TV lembar naskah itu dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar itu. Pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca apakah gambar harus diambil dalam close up, medium shot, dan sebagainya. Kalau gambar harus diambil dari kiri bergerak ke kanan, atau dari bawah ke atas, atau dari jauh mendekat, dan sebaliknya, hal-hal seperti itu dijelaskan juga di kolom sebelah kiri. Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan suara yang harus direkam.
Dalam menuliskan naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan (dibaca bersuara) oleh pelaku harus ditulis dengan huruf besar sementara itu, narasi dan percakapan yang akan dibaca oleh pelaku ditulis dengan huruf kecil.
Ada juga yang menyatakan bahwa secara umum naskah dapat dibedakan dalam dua bentuk naskah media pembelajaran, yaitu:[3]
1.      Naskah media audio dan naskah audio visual, pada media jenis audio dan audio visual, naskah dikatakan sebagai outline dari program media yang akan dibuat. Naskah merupakan pedoman tertulis yang berisi informasi dalam bentuk visual, grafis dan audio yang dijadikan acuan dalam pembuatan media.
2.      Media berbasis cetakan, menulis naskah sesungguhnya merupakan kegiatan menyusun media/prototype media itu sendiri, seperti modul, dan buku ajar.
Naskah untuk program media perlu disusun, karena melalui naskah, tujuan pembelajaran dan materi ajar dituangkan dengan kemasan sesuai dengan jenis media, sehingga media yang dibuat benar-benar sesuai dengan keperluan. Selain itu, naskah menjadi pedoman bagi pengguna dan terutama pembuat program.
B.     Treatment[4]
Sebelum naskah ditulis kita harus menuliskan treatmentnya dulu. Treatment adalah uraian berbentuk esei yang menggambarkan alur penyajian program kita. Dengan membaca treatment ini kita akan dapat mempunyai gambaran tentang urutan visual yang akan nampak pada media serta narasi atau percakapan yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan digunakan, hal tersebut akan tergambar juga dalam treatment ini.
Sebuah treatment yang baik selain memberi gambaran tentang urutan adegan juga memberikan gambaran suasana atau mood dari program media itu. Treatment ini biasanya digunakan oleh pemesan naskah dan penulis naskah dalam mencari kesesuaian pendapat mengenai alur penyajian program media yang akan diproduksi. Setelah treatment disetujui, treatment tersebut digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan naskah selanjutnya.
Contoh: Program diawali dengan munculnya seorang siswa yang sedang memegang kamera. Dari jauh ia kelihatan sedang mengamati kamera itu; nampaknya sedang mencari-cari sesuatu. Setelah di zoom in ke medium shot nampak jelas bahwa ia sedang mencari-cari bagaimana cara membuka kamera itu untuk mengisi filmnya. Pada saat ia menemukan kunci pembuka itu dan penutup kamera sudah mulai terbuka, gambar di close up pada tangan dan kamera itu.
Gambar ditahan dan disuper-impose dengan grafis yang berbunyi “ bagaiman memasang film?” gambar ditahan terus sehingga credit title habis. Dari awal sampai credit title habis music mengiringi sebagai latar belakang. Dan sebagainya.

C.    Penulisan Naskah Audio[5]
Media audio adalah sebuah media yang hanya mengandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Karena itu, suatu program audio akan sangat efektif bila dengan menggunakan bunyi dan suara kita dapat merangsang pendengar untuk menggunakan daya imajinasi sehingga ia dapat memvisualkan pesen-pesan yang ingin kita sampaikan. Media audio ini meliputi radio, kaset audio dan laboratorium bahasa.
Dalam menulis naskah atau skrip program audio, terlebih dahulu kita harus membuat garis besar jalannya isi naskah yang akan ditulis. Seperti yang disampaikan sebelumnya penulisan naskah ini dimaksudkan sebagai penuntun dalam proses perekaman suara.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat kita akan membuat naskah program audio, diantaranya adalah:
1.      Pesan harus relevan dengan karakteristik kelompok sasaran, tidak hanya satu atau bagi segelintir individu atau kelompok tertentu. Pesan hendaknya memperhatikan kepentingan bersama.
2.      Persoalan adaftasi, menjadi hal terpenting karena sebuah pesan harus sesuai dengan karakteristik orang yang berbeda-beda[6]
Media audio adalah media yang menyajikan informasi dalam bentuk audio atau suara dan untuk menerima informasi tersebut menggunakan indra pendengaran. Format audio yang dapat disajikan adalah suara manusia (narative), musik, lagu/vocal, dan sound efeck.[7]
Berikut ini beberapa petunjuk yang perlu kita ikuti bila kita menulis naskah program media audio.
1.      Bahasa. Bahasa yang digunakan didalam media audio adalah bahsa percakapan, bukan bahsa tulis. Kalimat-kalimat yang digunakan sedapat mungkin kalimat tunggal, kalimat yang pendek. Kalimat yang panjang  sulit di tangkap oleh telinga. Sedapat mungkin kita menghindarkan istilah yang sulit.
2.      Musik dalam program audio. Program audio hanya mengandalkan kepada bunyi dan suara saja. Agar pendengar tidak bosan mendengarkan program kita dan program kita tidak terasa kering, kita perlu menggunakan music. Fungsi music yang utama dalam hal ini adalah menciptakan suasana. Karena itu, music perlu dipilih dengan hati-hati
 Berikut ini berbagai jenis music yang digunakan dalam program audio.
a.       Musik tema. Musik tema adalah music yang menggambarkan watak atau situasi suatu program. Musik tema sering kali diulang-ulang dalam suatu program. Setiap kali watak atau situasi yang diinginkan itu ingin di tonjolkan, music tema itu diperdengarkan. Music tema dapat digunakan sebagai music pengenal studio (biasanya digunakan setiap kali studio itu mulai mengudara dan pada saat penutupan acara, sebelum hilang dari udara), music pengenal program (digunakan pada awal dan pada akhir suatu program serial), atau musik pengenal tokoh dalam suatu cerita bersambung.
b.      Musik transisi. Musik ini digunakan sebagai penghubung dua adegan. Musik ini tidak perlu panjang, 20 s/d 20 menit sudah cukup. Musik transisi ini harus sesuai dengan suasana rata-rata dari program kita.
c.       Musik jembatan (bridge). Musik ini merupakan bentuk khusus dari musik transisi, yaitu berfungsi menjembatani dua buah adegan. Musik ini digunakan bila suasana adegan terdahulu berbeda dengan adegan yang mengikutinya. Kalau suasana adegan terdahulu adalah suasana sedih, sedangkan suasana berikutnya gembira, musik jembatan ini harus diawali dengan suasana gembira dan diakhiri dengan suasana gembira.
d.      Musik latar belakang. Musik ini digunakan untuk mengiringi pembacaan teks atau percakapan. Maksudnya supaya teks dapat lebih meresap kehati pendengar karena musik ini dapat memberikan variasi-variasi, memberi tekanan dan menciptakan suasana. Bila kita menggunakan musik latar belakang atau musik pengiring, musik itu harus dipilih yang betul-betul sesuai dengan suasana yang ingin diciptakan. Musik pengiring biasanya musik instrumentalia. Musik pengiring tidak boleh terlalu keras, terlalu lemah, ataupun brubah-ubah dari lemah ke keras.
e.       Musik smash. Musik smash adalah musik yang digunakan untuk membuat kejutan atau tekanan. Musik ini digunakan dengan singkat tetapi pada saat yang tepat. Tidak baik apabila kita menggunakan musik smash terlalu sering.
3.      Keterbatasan daya konsentrasi
Berdasarkan penelitian yang pernah diadakan, daya konsentrasi orang dewasa untuk mendengarkan berkisar anatara 25 s/d 45 menit, sedangkan pada anak-anak hanya 15 s/d 25 menit. Karena itu, tidaklah bijaksana untuk membuat program media audio terlalu panjang. Satu program audio yang panjang 15 menit mungkin cukup disajikan tiga konsep saja.
4.      Beberapa istilah yang sering digunakan dalam naskah. Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam penulisan  naskah audio diuraikan dibawah ini:
ANNAONCER (ANN)
-     Penyiar yang bertugas memberi tahu bahwa sesuatu acara atau suatu program akan disampaikan
NARRATOR (NAR)
-     Hampir sama dengan penyiar atau an-nouncer, bedanya apa yang dibaca Narrator ini sudah memasuki materi program. Ia mungkin akan menginformasikan tentang pokok bahasan serta tujuan yang akan dicapai dalam program yang akan disajikan. Narrator sering kali ditugaskan menghubungkan adegan satu dengan adegan yang lainnya dalam suatu program.
MUSIK
-     menunjukan kepada sutradara bahwa dibaris itu harus di selipkan musik
SOUND EFFECT (FX)
-     suara-suara yang akan dimasukan kedalam program untuk mendukung terciptanya suasana atau situasi tertentu. Fx juga digunakan untuk menunjukan setting. Misalnya, bunyi kambing mengembik dan ayam berkotek, menunjukan bahwa adegan itu terjadi di perdesaan didekat kandang kambing dan ayam.
FADE IN
-     petunjuk bagi sutradara dan pemain atau pelaku bahwa harus diciptakannya situasi seolah-olah ada orang datang mendekat. Caranya pelaku harus membaca teks dengan menggerakan mulutnya, mula-mula jauh dari mike makin lama makin mendekati mike
FADE OUT
-     kebalikan dari fade in. Harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang yang pergi menjauh. Caranya pelaku harus membaca teks sambil menggerakan mulutnya menjauhi mike
OFF MIKE
-     harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang berbicara dari jauh. Caranya pelaku harus membaca teksnya dengan menjauhkan mulutnya dari mike
CROSS FADE
-     dua bunyi yang berpapasan. Yang berpapasan dapat musik, dapat juga musik dengan FX. Pada saat bunyi pertama diperlemah bunyi kedua masuk dengan lemah. Bunyi pertama makin melemah, bunyi kedua makin menguat, sehingga pada saat bunyi pertama hilang yang terdengar tinggal bunyi yang kedua saja
MUSIK
-     IN – UP – DOWN – OUT
-     Musik dimasukan denga lemah, suara diperkuat, kemudian turun lagi, akhirnya hilang dengan halus.
MUSIK
-     IN – UP – DOWN – UNDER
-     Setelah musik diperlemah ditahan terus untuk melatar-belakangi adegan
MUSIK
-      Background
-     Smash
-     Tema
-     Transisi
-     Jembatan

Contoh Format Naskah Audio:
No
Pelaku / jenis suara
Teks / Suara
10
MUSIK
IN-UP-DOWN-OUT
11
POYO
Hem, panas benar hari ini. Sebaiknya kubuka saja bajuku. Sur.........surti.....................
12
SURTI
(OOF MIKE). Ada pa sih ? (FADE IN) Datang-datang, teriak-teriak, kayak memanggil orang tuli saja.
13
POYO
Udaranya sangat panas. Saya haus sekali,. Mana minumku
14
SURTI
Kan sudah saya sediakan diatas meja
15
POYO
Oh,, iya
16
FX
TUTUP GELAS BERGESER DARI GELAS, SUARA ORANG MINUM.
17
POYO
Wah,, segar sekali minumannya.
18
DST
Dan seterusnya.

D.    Penulisan Naskah Film Bingkai[8]
Berbeda dengan program audio, pada film bingkai pesan dapat disampaikan melalui dua saluran, yaitu audio dan visual. Karena itu, menulis naskah program bingkai tidak diperlukan narasi atau percakapan yang panjang-panjang seperti dalam program audio. Informasi yang sudah dapat diberikan oleh visual tidak perlu diberikan lagi oleh narasinya.
Ada dua macam naskah dalam media film bingkai, yaitu shooting script dan story board script. Baik dalam shooting script maupun pada story board script lembar naskah dibagi menjadi dua kolom yang sama besarnya. Kolom sebelah kiri untuk visual dan kolom sebelah kanan untuk narasi dan suara yang diperlukan misalnya music atau FX.
Perbedaan shooting script dan story board script
SHOOTING SCRIPT
NO
VISUAL
AUDIO
1

2
3

4


5


Judul
LS. Sawah dengan bukit sebagai latar belakang
MS satu petak sawah dengan padi menghijau

Dan seterusnya

(MUSIK)



(SUARA LAKI-LAKI)
Inilah sawahku.
Disinilah semuanya terjadi ......
Dan seterusnya

STORY BOARD SCRIPT
NO
VISUAL
AUDIO
1

2

3


4


5

JUDUL

LS



MS.



Dan seterusnya
(MUSIK)






(SUARA LAKI-LAKI)
Inilah sawahku
Disinilah semuanya terjadi…
Dan seterusnya

Dari gambar tersebut jelas bahwa perbedaan itu terletak pada kolom visualnya. Pada story board script kolom visual diisi dengan gambar, dedangkan pada shooting script kolom visual diisi dengan deskripsi atau keterangan tentang visual yang harus diambill dengan kamera. Baik pada shooting script dan story board script pada kolom visual dicantumklan juga tanda-tanda yang berkaitan dengan lingkup dan sudut pengambilan gambar (camera angle), misalnya LS, MS, CU, high angle, low angle,dan eye level.
Berikut ini beberapa petunjuk tambahan dalam penulisan naskah film bingkai :
  1. Sedapat mungkin pesan yang akan disampaikan dinyatakan dlam bentuk visual. Jadi, kita harus dapat menvisualkan gagasan, konsep, peristiwa, dan sebagainya dalam bentuk gambar. Karena itu di dalam menulis naskah seyogyanya kolom visual diisi dulu. Narasi disusun, kemudian untuk melengkapi hal-hal yang sulit diungkapkan dengan visual saja.
  2. Bahasa yang digunalan dalam narasi adalah bahasa lisan bukan bahasa tulis.
  3. Fungsi music dalam program film bingkai agak berbeda dengan fungsinya dalam program audio. Music dalam program film bingkai biasanya dipakai pada awal dan akhir program. Music yang digunakan ditengah program biasanya digunakan untuk selingan, atau kadang-kadang untuk mengiringi gambar atau grafis yang disajikan tanpa narasi.
  4. FX tidak begitu digunakan dalam program film bingkai.
Beberapa istilah teknis dalam naskah film bingkai:
1)        Visual :
Close up (CU)
gambar diambil dari jarak dekat, biasanya hanya sebagian kecil dari obyeknya saja yang termasuk kamera.
Extreme close UP (ECU/XCU)
lebih dekat dari pengambilan gambar untuk CU. Yang masuk kamera mungkin hanya hidung dan bibirnya saja atau ujung/ tumit sepatunya
Medium Shot (MS)
gabar diambil dari jarak sedang . kalau objeknya orang, separuh badanya terkena.
Long Shot (LS)
gambar diambik dari jarak jauh. Sebelum obyek terkena, latar belakang objek itu pun terkena juga.
Extreme long (Shot (ELS/XLS)
gambar diambil dari jarak lebih jauh lagi. Yang dipentingkan bukan mengambil objeknya tetapi latar belakang objek itu. Dengan demikian dapat diketahui posisi objek itu terhadap lingkungannya.
Low angle
diambil dari bawah. Dilakukan untuk mem[eroleh gambar yang memberi kesan berwibawa, kuat atau dominan.
High angle
diambill dari atas. Dilakukan untuk memperoleh gambar yang memberi kesan kecil.
Eye level
kamera setinggi mata objek yang difoto. Memberi kesan wajar.

2)        Audio
Arti istilah-istilah yang diapaki pada naskah film bingkai sama dengan istilah yang dipakai dalam naskah audio
Istilah audio yang sering dipakai dalam naskah film bingkai adalah NAR, FX, FADE IN-FADE OUT (untuk music); MUSIK
3)        Istilah-istilah lain
Caption
Tulisan grafis yang perlu untuk penjelasan
Credit title
sederetan caption yang menyatakan judul program, penulisan naskahm sutradara, pengambilan gamnbar, pembaca naskah dan sebagainya

E.     Penulisan Naskah Film dan Video[9]
Penulisan naskah secara teoritis merupakan komponen dari pengembangan media. Secara  lebih praktis, hal tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap perencanaan dan desain, pengembangan, serta evaluasi.
Seperti halnya penulisan pada umumnya, penulisan naskah film maupun viseo juga dimuali dengan identifikasi topic atau gagasan. Dalam pengembagan instruksional, topic maupun gagasan dirumuskan dalam tujuan khusus kegiatan instruksional atau pembelajaran. Konsep gagasan, topic, maupun tujuan yang khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi film atau video. Dalam praktik, rangkaian kegiatan untuk mewujudkan gagasan menjdi program film atai video ini secara bertahap dilakukan melalui pembuatan synopsis, treatment, storyboard atau perangkat gambar cerita, skrip ata naskah program dan scenario atau naskah produksi.
1.     Synopsis. Dalam praktik, synopsis diperlukan untuk memberikan gambaran secara singkat dan padat tentnag tema atau pokok materi yang akan digarap. Tujuan utamanya adalah mempermudah pemesan menangkap konsepnya, mempertimbangkan kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin dicapainya, dan menentukan persetujuannya.
2.     Treatment. Agak berbeda dengan synopsis , treatment mencoba memberikan uraian ringkas secara deskriptif (bukan tematis) tentang bagaimana suatu episode cerita atau rangkaian peristiwa instruksional (instructional event) nantinya akan digarap sebagai ilustrasi pembanding.
3.     Storyboard. Rangkaian kejadian seperti dilukiskan dalam treatment tersebut kemudian divisualkan dalam perangkat gambar atu sketsa sederhana pada kartu berukuran lebih kurang 8x12 cm. Tujuan pembuatan sstoryboard antara lain adalah untuk melihat apakah tata urutan peristiwa yang akan divisualkan telah sesuai dengan garis cerita (plot) maupun sekuen belajarnya. Di saming itu, juga untuk melihat apakah kesinambungan (kontinuitas) arus ceritanya sudah lancer. Storyboard juga dapat dipergunkan sebagai momen-momen pengambilan (shots) menggantikan apa yang lazim disebut “shooting breakdowm”.
4.     Skrip atau naskah program. Keterangan-keterangan yang didapat dari hasil eksperimen coba-coba dengan storyboard tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk skrip atau naskah program menurut tata urutan yang dianggap sudah benar. Dalam pembuatan program film maupun video, skrip atau naskah program merupakan daftar rangkaian peristiwa yang akan dipaparkan gambar demi gabar dan penuturan demi penuturan menuju tujuan perilaku belajar yang ingin dicapai. Format penulisan skrip atau naskah untuk program film atau video pada prinsipnya sama, yakni dalam bentuk skontro atau halaman berkolom dua; sebelah kiri untuk menampilkannn bentuk visualnya dan sebelah kanan untuk segala sesuatu yang berhubugnan dengan suara termasuk dialog, narasi, music maupun efek suara. Tujuan utama skrip atau naskah adalah sebagai peta atau bahan pedoman bagi sutradara dalam mengendalikan penggarapan substansi materi ke dalam suatu program. Karena itu skrip yang baik akan dilengkapi dengan tujuan, sasaran, synopsis, treatment, dan bila berperan yang telibat didalamnya.
5.     Scenario. Bila diatas disebutkan bahwa sjrip terutama ditujukan untuk bahan pegangan sutradara, scenario lebih merupakan petunjuk operasional dalam pelaksanaan produksi atau pembuatan programnya. Scenario sangat bermanfaat bagi teknisi dan kerabat produksi yang kan melaksanakan dengan tanggung jawab teknis operasional. Dalam scenario inilah beda antara film dan video akan tampak karena video mempunyai efek visual tertentu yang tidak di,iliki oleh media film, misalnya dissolve, wipe, superimpose, split, image, dan sebagainya. Pengaruh lain yang juga akan tercermin dalam penulisan scenario adalah beda dalam pendekatannya. Bila dalam pendekatan filmis perpindahan umumnya bersifat ‘cut-to-cut’ dan pengambilannya boleh meloncat-meloncat denga pengelompokkan menurut keadaan waktu, acara, lokasi, maupun sifatnya (didalam atau di luar gedung/studio), perpindahan dan pendekatan video dapat transisional dan berdifat sekuensial. Dengan singkat,scenario untuk program video mempergunakan lebih banyak istilah atau “bahasa” produksi dan petunjuk-petunjuk teknis operasional bagi kerabat dan teknisi produksi.










BAB IIII
PENUTUP
KESIMPULAN

Setelah membaca dan mencoba memahami kami dapat menyimpulkan bahwasanya :  Naskah adalah bentuk tertulis dari pemikiran seseorang atau kelompok orang yang telah disistemasikan dan dimaksudkan untuk menyampaikan pesan (message) demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Artinya, naskah tersebut menjadi penuntun kita dalam mengambil gambar dan merekam suara. Naskah ini berisi urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan suara yang harus direkam.
secara umum naskah dapat dibedakan dalam dua bentuk naskah media pembelajaran, yaitu :
1.    Naskah media audio dan naskah audio visual, pada media jenis audio dan audio visual, naskah dikatakan sebagai outline dari program media yang akan dibuat.
2.    Media berbasis cetakan, menulis naskah sesungguhnya merupakan kegiatan menyusun media/prototype media itu sendiri, seperti modul, dan buku ajar.
Sebelum naskah ditulis kita harus menuliskan treatmentnya dulu. Treatment adalah uraian berbentuk esei yang menggambarkan alur penyajian program kita.
Penulisan naskah secara teoritis merupakan komponen dari pengembangan media. Secara  lebih praktis, hal tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap perencanaan dan desain, pengembangan, serta evaluasi.


DAFTAR PUSTAKA
Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran, Jakarta: Gaung Persada Press, 2011, hal: 99
Sadiman, Arif. dkk, Media Pendidikan, (Jakarta; PT. Raja Grafindo, 2011) hlm 115
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press, 2010, hal: 77
Umitp08.blogspot.com/2010/04/naskah-media-pembelajaran.html







[1] Arif Sadiman dkk, Media Pendidikan, (Jakarta; PT. Raja Grafindo, 2011) hlm 115
[2] umitp08.blogspot.com/2010/04/naskah-media-pembelajaran.html
[3] Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran, Jakarta: Gaung Persada Press, 2011, hal: 99
[4] Opsit, hlm 117
[5] ibid
[6] Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press, 2010, hal: 77
[7] Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan, hal: 100
[8] Opsit, hlm 135
[9][9] Ibid, hlm 156